Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar membeberkan keganjilan kasus yang membuatnya divonis 18 tahun penjara. Sedikitnya sepuluh keganjilan yang dibeberkan Antasari sehingga dirinya divonis terlibat pembunuhan bos PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
"Dalam rangka mencoba menguak hal-hal yang dikatakan sebagai kejanggalan atau keganjilan dalam perkaranya Antasari Azhar ini,
paling kurang dapat dicatat sepuluh keganjilan atau kejanggalan," kata Kuasa Hukum Antasari, Maqdir Ismail kepada Tribunnews.com di Jakarta, Senin (25/4/2011).
Keganjilan pertama, kata Maqdir, berhubungan dengan penyitaan anak peluru dan celana jeans almarhum Nasrudin Zulkarnaen. Ternyata, baju korban tidak ikut disita. Begitu pula dengan pemeriksaan forensik hanya terhadap anak peluru, ternyata tidak ada pemeriksaan terhadap mobil korban.
Keganjilan kedua, tentang luka tembak. Bahwa hasil visum jenazah menunjukan peluru pertama masuk dari arah belakang sisi kepala sebelah kiri dan peluru yang kedua masuk dari arah depan sisi kepala sebelah kiri diameter kedua anak peluru tersebut sembilan milimeter dengan ulir ke kanan.
Bagi Maqdir, hal ini menjadi ganjil kalau dihubungkan dengan fakta bahwa bekas peluru ada pada kaca segita mobil almarhum yang hampir sejajar dan tidak ada bekas peluru yang dari belakang. Padahal, dalam kesaksian Suparmin, almarhum roboh ke kanan.
Keganjilan ketiga adalah tentang sejata api barang bukti. Keterangan ahli forensik RS Cipto Mangunkusumo Dr. Abdul Munim Idries, menyatakan peluru pada kepala korban 9 mm dan berasal dari senjata yang baik.
Keterangan ahli senjata Roy Harianto, bukti yang ditunjukkan adalah revolver 038 spesial dan mengalami kerusakan di salah satu silendernya macet. Dan menembak dengan satu tangan dari kendaraan dan sasaran bergerak terlalu sulit untuk amatir, yang bisa lakukan penembakan seperti ini setelah latihan dengan 3000-4000 peluru.
Keterangan terdakwa penjual senjata Teguh Minarto dalam perkaranya di PN Depok, senjata diperoleh di Aceh sesudah Tsunami dibawah gardu PLN terapung dekat asrama Polri. Pertanyaan penyidik kepada Andreas Balthazar alias Andreas ketika melakukan konfirmasi kebenaran senjata dan peluru yang menjadi barang bukti di PN Depok adalah peluru 38 Spc.
Keganjilan keempat, bukti SMS. Bahwa ada ketidakjelasan kepentingan dan hubungan saksi Jeffrey Lumampouw dan Etza Imelda Fitri dalam bersaksi mengenai SMS ancaman kepada almarhum Nasrudin Zulkarnaen. Saat itu mereka berdua mengaku melihat sms tertulis nama Antasari.
Keterangan kedua saksi ini adalah rekaan dan pendapat hasil pemikiran. Ada 2005 SMS ke HP almarhum Nasrudin Zulkarnaen yang tidak jelas pengirimnya. Dan ada 35 SMS ke HP AA yang tidak jelas sumbernya. Ada satu SMS yang dikirim dan diterima oleh HP Antasari Azhar dan lima SMS yang diterima dan dikirim ke HP Sigid Haryo Wibisono. Ahli IT Dr. Agung Harsoyo menduga pengiriman SMS ini dilakukan melalui Web server.
Ahli IT Dr. Agung Harsoyo menyatakan tidak ada SMS dari HP Antasari Azhar kepada Almarhum Nasrudin Zulkarnaen; Chip HP almarhum Nasrudin Zulkarnaen, yang berisi SMS ancaman rusak tidak bisa dibuka.
Keganjilan kelima, dalam Keputusan di PN Tangerang dan di PN Jakarta Selatan ada perbedaan kualifikasi para terpidana, karena dalam pertimbangan PN Tangerang Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo dan Hendrikus hanya sebagai penganjur, sedangkan dalam pertimbangan PN Jakarta Selatan Antasari Azhar, Sigid Haryo Wibisono dan Wiliardi Wizar, mereka adalah sebagai pelaku dan penganjur.
Keganjilan keenam, dalam pertimbangan Majelis Hakim perkara Antasari Azhar (halam 175), ada pertimbangan yang tidak jelas asalnya atau saksi yang menerangkannya, diduga dari pertimbangan perkara lain. Dalam pertimbangannya, Majelis menyatakan, “Menimbang bahwa Hendrikus mengikuti korban dalam waktu cukup lama, sampai akhirnya, sebagaimana keterangan saksi Parmin dipersidangan…”.
Keganjilan ketujuh, ada penyitaan bukti dari kamar kerja Antasari
Azhar di KPK yang tidak berkaitan dengan perkara dan penyitaan
tersebut tidak dilakukan atau dikonfirmasi kepada Terdakwa Antasari Azhar. Bukti yang disita ini dikembalikan kepada Chesna F Anwar.
Keganjilan kedelapan, ada penjagaan yang berlebihan oleh penyidik terhadap Rani Juliani sejak dimintai keterangan sebagai saksi dalam penyidikan hingga memberi keterangan sebagai saksi dipersidangan. Hakim dalam mempertimbangkan keterangan Rani Juliani Hakim mengabaikan Pasal 185 ayat 6 huruf d yaitu cara hidup dan kesusilaan saksi.
Keganjilan kesembilan, adanya pengakuan Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo diperiksa dengan cara dianiaya di luar lingkungan Polda Metro Jaya. Sedangkan Rani Juliani mengaku diperiksa di Hotel, restoran dan Apartment.
Keganjilan kesepuluh, hakim mengizinkan pemeriksaan penyidik
di persidangan, yang serta merta dilakukan sesudah Wiliardi Wizar mencabut pengakuan adanya keterlibatan Antasari Azhar dalam perkara pembunuhan almarhum Nasrudin Zulkarnaen.
"Cara yang paling mudah untuk membuka adanya “rekayasa” terhadap
perkara Antasari Azhar ini, adalah dengan menunguak pengirim SMS
ancaman terhadap almarhum Nasrudin dan mencari pengirim sms serta penelpon ancaman dan cerita tidak benar terhadap keluarga Antasari Azhar" tegas Maqdir.
Perkara kasasi Antasari Azhar sudah diputus oleh Mahkamah Agung. Dalam Putusan kasasinya Mahkamah Agung, yang terdiri dari Hakim Agung Dr. Artidjo Alkostar, S.H, LL.M (Ketua Majelis), Moegihardjo, S.H, dan
Prof. Dr. Surya Jaya, S.H,M.H, menghukum Antasari dengan hukuman delapan belas tahun penjara, meskipun putusan tidak diambil secara bulat, karena Hakim Agung Prof. Dr. Surya Jaya, S.H,M.H, menyatakan pendapat berbeda dan menurut dia Antasari Azhar diputus bebas dari segala dakwaan.
"Dalam rangka mencoba menguak hal-hal yang dikatakan sebagai kejanggalan atau keganjilan dalam perkaranya Antasari Azhar ini,
paling kurang dapat dicatat sepuluh keganjilan atau kejanggalan," kata Kuasa Hukum Antasari, Maqdir Ismail kepada Tribunnews.com di Jakarta, Senin (25/4/2011).
Keganjilan pertama, kata Maqdir, berhubungan dengan penyitaan anak peluru dan celana jeans almarhum Nasrudin Zulkarnaen. Ternyata, baju korban tidak ikut disita. Begitu pula dengan pemeriksaan forensik hanya terhadap anak peluru, ternyata tidak ada pemeriksaan terhadap mobil korban.
Keganjilan kedua, tentang luka tembak. Bahwa hasil visum jenazah menunjukan peluru pertama masuk dari arah belakang sisi kepala sebelah kiri dan peluru yang kedua masuk dari arah depan sisi kepala sebelah kiri diameter kedua anak peluru tersebut sembilan milimeter dengan ulir ke kanan.
Bagi Maqdir, hal ini menjadi ganjil kalau dihubungkan dengan fakta bahwa bekas peluru ada pada kaca segita mobil almarhum yang hampir sejajar dan tidak ada bekas peluru yang dari belakang. Padahal, dalam kesaksian Suparmin, almarhum roboh ke kanan.
Keganjilan ketiga adalah tentang sejata api barang bukti. Keterangan ahli forensik RS Cipto Mangunkusumo Dr. Abdul Munim Idries, menyatakan peluru pada kepala korban 9 mm dan berasal dari senjata yang baik.
Keterangan ahli senjata Roy Harianto, bukti yang ditunjukkan adalah revolver 038 spesial dan mengalami kerusakan di salah satu silendernya macet. Dan menembak dengan satu tangan dari kendaraan dan sasaran bergerak terlalu sulit untuk amatir, yang bisa lakukan penembakan seperti ini setelah latihan dengan 3000-4000 peluru.
Keterangan terdakwa penjual senjata Teguh Minarto dalam perkaranya di PN Depok, senjata diperoleh di Aceh sesudah Tsunami dibawah gardu PLN terapung dekat asrama Polri. Pertanyaan penyidik kepada Andreas Balthazar alias Andreas ketika melakukan konfirmasi kebenaran senjata dan peluru yang menjadi barang bukti di PN Depok adalah peluru 38 Spc.
Keganjilan keempat, bukti SMS. Bahwa ada ketidakjelasan kepentingan dan hubungan saksi Jeffrey Lumampouw dan Etza Imelda Fitri dalam bersaksi mengenai SMS ancaman kepada almarhum Nasrudin Zulkarnaen. Saat itu mereka berdua mengaku melihat sms tertulis nama Antasari.
Keterangan kedua saksi ini adalah rekaan dan pendapat hasil pemikiran. Ada 2005 SMS ke HP almarhum Nasrudin Zulkarnaen yang tidak jelas pengirimnya. Dan ada 35 SMS ke HP AA yang tidak jelas sumbernya. Ada satu SMS yang dikirim dan diterima oleh HP Antasari Azhar dan lima SMS yang diterima dan dikirim ke HP Sigid Haryo Wibisono. Ahli IT Dr. Agung Harsoyo menduga pengiriman SMS ini dilakukan melalui Web server.
Ahli IT Dr. Agung Harsoyo menyatakan tidak ada SMS dari HP Antasari Azhar kepada Almarhum Nasrudin Zulkarnaen; Chip HP almarhum Nasrudin Zulkarnaen, yang berisi SMS ancaman rusak tidak bisa dibuka.
Keganjilan kelima, dalam Keputusan di PN Tangerang dan di PN Jakarta Selatan ada perbedaan kualifikasi para terpidana, karena dalam pertimbangan PN Tangerang Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo dan Hendrikus hanya sebagai penganjur, sedangkan dalam pertimbangan PN Jakarta Selatan Antasari Azhar, Sigid Haryo Wibisono dan Wiliardi Wizar, mereka adalah sebagai pelaku dan penganjur.
Keganjilan keenam, dalam pertimbangan Majelis Hakim perkara Antasari Azhar (halam 175), ada pertimbangan yang tidak jelas asalnya atau saksi yang menerangkannya, diduga dari pertimbangan perkara lain. Dalam pertimbangannya, Majelis menyatakan, “Menimbang bahwa Hendrikus mengikuti korban dalam waktu cukup lama, sampai akhirnya, sebagaimana keterangan saksi Parmin dipersidangan…”.
Keganjilan ketujuh, ada penyitaan bukti dari kamar kerja Antasari
Azhar di KPK yang tidak berkaitan dengan perkara dan penyitaan
tersebut tidak dilakukan atau dikonfirmasi kepada Terdakwa Antasari Azhar. Bukti yang disita ini dikembalikan kepada Chesna F Anwar.
Keganjilan kedelapan, ada penjagaan yang berlebihan oleh penyidik terhadap Rani Juliani sejak dimintai keterangan sebagai saksi dalam penyidikan hingga memberi keterangan sebagai saksi dipersidangan. Hakim dalam mempertimbangkan keterangan Rani Juliani Hakim mengabaikan Pasal 185 ayat 6 huruf d yaitu cara hidup dan kesusilaan saksi.
Keganjilan kesembilan, adanya pengakuan Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo diperiksa dengan cara dianiaya di luar lingkungan Polda Metro Jaya. Sedangkan Rani Juliani mengaku diperiksa di Hotel, restoran dan Apartment.
Keganjilan kesepuluh, hakim mengizinkan pemeriksaan penyidik
di persidangan, yang serta merta dilakukan sesudah Wiliardi Wizar mencabut pengakuan adanya keterlibatan Antasari Azhar dalam perkara pembunuhan almarhum Nasrudin Zulkarnaen.
"Cara yang paling mudah untuk membuka adanya “rekayasa” terhadap
perkara Antasari Azhar ini, adalah dengan menunguak pengirim SMS
ancaman terhadap almarhum Nasrudin dan mencari pengirim sms serta penelpon ancaman dan cerita tidak benar terhadap keluarga Antasari Azhar" tegas Maqdir.
Perkara kasasi Antasari Azhar sudah diputus oleh Mahkamah Agung. Dalam Putusan kasasinya Mahkamah Agung, yang terdiri dari Hakim Agung Dr. Artidjo Alkostar, S.H, LL.M (Ketua Majelis), Moegihardjo, S.H, dan
Prof. Dr. Surya Jaya, S.H,M.H, menghukum Antasari dengan hukuman delapan belas tahun penjara, meskipun putusan tidak diambil secara bulat, karena Hakim Agung Prof. Dr. Surya Jaya, S.H,M.H, menyatakan pendapat berbeda dan menurut dia Antasari Azhar diputus bebas dari segala dakwaan.
No comments:
Post a Comment