Sukhoi Superjet (SSJ) 100 hilang kontak dengan Air Traffic Control Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng pada Rabu (9/5/2012) dan ditemukan serpihannya pada hari Kamis ini di Gunung Salak. Banyak kejanggalan pada joy flight penerbangan SSJ-100 ini.
Anggota Komisi I DPR Roy Suryo menemukan beberapa kejanggalan dalam jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Wilayah Gunung Salak, Rabu (9/5/2012) petang.
"Harus dicek dalam kasus tragedi Sukhoi di seputaran Gunung Salak ini adalah isi rekaman terakhir Pilot SSJ-100 tersebut dengan ATC Bandara Soekarno - Hattta. Mengapa Turun ke 6.000 feet padahal ketinggian pegunungan disana sekitar 7.000 feet," tegasnya, Kamis (10/5/2012).
Kejanggalan kedua, kata pakar telematika ini, adalah menyangkut tidak berfungsinya dua buah ELT dan ELBA atau sinyal yang ada pada bodi pesawat modern. Padahal, menurutnya dua ELT dan ELBA ini seharusnya berfungsi secara langsung dan otomatis ketika ada crash/sesuatu yang terjadi.
"Seharusnya secara otomatis langsung berfungsi ketika ada Crash atau sesuatu yang terjadi tidak bisa dimonitor di Singapore atau Indonesi serta Australia. Apakah ada sesuatu sebelum akhirnya Lost-Contact?,"tukas Roy.
Kejanggalan ketiga menyangkut Ground Proximity Warning System (GPWS), alat ini semestinya berfungsi dengan baik. Karenanya Roy mempertanyakan kenapa GPWS ini pada Sukhoi Superjet 100 tidak aktif. "KNKT perlu mengecek semua ini, karena kalaupun ketika meminta izin turun dari ketinggian 10.000 ft ke 6.000 ft belum dijawab oleh ATC - Soetta," ujarnya.
Ditambahkannya, keberadaan GPWS akan secara otomatis berfungsi dengan memberikan peringatan ke pesawat. Bilapun akhirnya terjadi crash, maka ELT dan ELBA yang secara otomatis pula harus berfungsi. Dan kejanggalan terakhir, Roy menyayangkan kesalahan prosedur, di mana manifes asli bisa terbawa oleh crew dalam pesawat Sukhoi Superjer 100.
Anggota Komisi I DPR Roy Suryo menemukan beberapa kejanggalan dalam jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Wilayah Gunung Salak, Rabu (9/5/2012) petang.
"Harus dicek dalam kasus tragedi Sukhoi di seputaran Gunung Salak ini adalah isi rekaman terakhir Pilot SSJ-100 tersebut dengan ATC Bandara Soekarno - Hattta. Mengapa Turun ke 6.000 feet padahal ketinggian pegunungan disana sekitar 7.000 feet," tegasnya, Kamis (10/5/2012).
Kejanggalan kedua, kata pakar telematika ini, adalah menyangkut tidak berfungsinya dua buah ELT dan ELBA atau sinyal yang ada pada bodi pesawat modern. Padahal, menurutnya dua ELT dan ELBA ini seharusnya berfungsi secara langsung dan otomatis ketika ada crash/sesuatu yang terjadi.
"Seharusnya secara otomatis langsung berfungsi ketika ada Crash atau sesuatu yang terjadi tidak bisa dimonitor di Singapore atau Indonesi serta Australia. Apakah ada sesuatu sebelum akhirnya Lost-Contact?,"tukas Roy.
Kejanggalan ketiga menyangkut Ground Proximity Warning System (GPWS), alat ini semestinya berfungsi dengan baik. Karenanya Roy mempertanyakan kenapa GPWS ini pada Sukhoi Superjet 100 tidak aktif. "KNKT perlu mengecek semua ini, karena kalaupun ketika meminta izin turun dari ketinggian 10.000 ft ke 6.000 ft belum dijawab oleh ATC - Soetta," ujarnya.
Ditambahkannya, keberadaan GPWS akan secara otomatis berfungsi dengan memberikan peringatan ke pesawat. Bilapun akhirnya terjadi crash, maka ELT dan ELBA yang secara otomatis pula harus berfungsi. Dan kejanggalan terakhir, Roy menyayangkan kesalahan prosedur, di mana manifes asli bisa terbawa oleh crew dalam pesawat Sukhoi Superjer 100.
No comments:
Post a Comment