Amerika Serikat dan Iran terlibat dalam perang lama di dunia maya, yang tampaknya meningkat di tengah kebuntuan mengenai program nuklir kontroversial Teheran. Virus "Flame", yang muncul belum lama ini, diduga bagian dari perseteruan tersebut. Namun, Washington barangkali memiliki alat yang jauh lebih canggih.
"Negara besar dengan lembaga mata-mata besar telah menggunakan jenis teknik ini selama lebih dari satu dasawarsa," kata James Lewis, pejabat senior yang memantau teknologi di Pusat bagi Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) di Washington, AS.
Lewis mengatakan mata-mata dunia maya bukan senjata, tapi dapat sangat efektif sebagai alat intelijen. Juga dapat menghindari masalah dengan pengawasan tradisional seperti pesawat mata-mata. "Jika Anda harus memilih antara ini dan seorang pilot yang bermanuver di jalan-jalan Teheran, ini jauh lebih disukai," katanya.
Namun Lewis menyatakan virus "Flame" lebih primitif dibandingkan dengan yang diduga seseorang muncul dari dinas intelijen AS. "Saya berharap bukan AS yang mengembangkannya, sebab itu tidak terlalu canggih," kata Lewis sebagaimana dikutip AFP --yang dipantau di Jakarta, Sabtu (2/6) pagi.
Ia menyatakan Israel juga memiliki kemampuan yang sangat maju, dan itu barangkali berarti "Flame" dikembangkan di "negara lapis-kedua". Namun beberapa pengulas menganggap "Flame" sangat canggih.
Uni Telekomunikasi Internasional (ITU) menyatakan virus tersebut jauh lebih rumit dibandingkan dengan ancaman maya apapun yang pernah ada sebelumnya.
Johannes Ulrich, ahli keamanan komputer di SANS Technology Institute, mengatakan "Flame" adalah alat yang agak "kikuk" dibandingkan dengan jenis lain perangkat jahat. Namun, itu mungkin adalah versi kasar atau purwarupa yang dapat dikemas jadi versi "yang lebih dipoles".
"Bagian teknologi tersebut tak sehebat itu, dan saya kira itu agak dibesar-besarkan dalam beberapa laporan," kata Ulrich.
Dari mana tepatnya perangkat jahat itu berasal tak mungkin diketahui dari kodenya. "Itu tak memperlihatkan satu pihak saja," katanya. "Apakah itu satu pemerintah atau satu kelompok penjahat, sulit dijelaskan," katanya.
Marcus Sachs, mantan direktur Pusat Badai Internet di SAN Institute, mengatakan "Flame dapat ditulis oleh siapa pun secara maya, tapi itu kelihatan serupa bagi lembaga mata-mata yang diincar dari satu negara".
Tapi, menurutnya, "Flame" bukan alat sabotase seperti virus "Stuxnet", yang mengincar sistem kendali di Iran. Namun, Flame menyerupai perangkat mata-mata yang berusaha mengumpulkan properti intelektual, tapi itu dapat menjadi alat pengawasan oleh satu pemerintah asing.
Baik AS maupun Israel belum secara terbuka mengakui mereka mensahkan "Flame", kendati seorang menteri senior Israel mengatakan penggunaan perangkat lunak guna menghadapi rencana nuklir Iran beralasan.
Militer AS telah mengakui sedang mengerjakan sistem perang maya baik yang bersifat bertahan maupun menyerang. Lembaga Proyek Penelitian Maju Pertahanan di Pentagon telah mengungkapkan beberapa perincian mengenai rencana X-nya, yang disebut program perang maya mendasar yang dirancang dari keahlian akademis, industri dan masyarakat permainan.
"Negara besar dengan lembaga mata-mata besar telah menggunakan jenis teknik ini selama lebih dari satu dasawarsa," kata James Lewis, pejabat senior yang memantau teknologi di Pusat bagi Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) di Washington, AS.
Lewis mengatakan mata-mata dunia maya bukan senjata, tapi dapat sangat efektif sebagai alat intelijen. Juga dapat menghindari masalah dengan pengawasan tradisional seperti pesawat mata-mata. "Jika Anda harus memilih antara ini dan seorang pilot yang bermanuver di jalan-jalan Teheran, ini jauh lebih disukai," katanya.
Namun Lewis menyatakan virus "Flame" lebih primitif dibandingkan dengan yang diduga seseorang muncul dari dinas intelijen AS. "Saya berharap bukan AS yang mengembangkannya, sebab itu tidak terlalu canggih," kata Lewis sebagaimana dikutip AFP --yang dipantau di Jakarta, Sabtu (2/6) pagi.
Ia menyatakan Israel juga memiliki kemampuan yang sangat maju, dan itu barangkali berarti "Flame" dikembangkan di "negara lapis-kedua". Namun beberapa pengulas menganggap "Flame" sangat canggih.
Uni Telekomunikasi Internasional (ITU) menyatakan virus tersebut jauh lebih rumit dibandingkan dengan ancaman maya apapun yang pernah ada sebelumnya.
Johannes Ulrich, ahli keamanan komputer di SANS Technology Institute, mengatakan "Flame" adalah alat yang agak "kikuk" dibandingkan dengan jenis lain perangkat jahat. Namun, itu mungkin adalah versi kasar atau purwarupa yang dapat dikemas jadi versi "yang lebih dipoles".
"Bagian teknologi tersebut tak sehebat itu, dan saya kira itu agak dibesar-besarkan dalam beberapa laporan," kata Ulrich.
Dari mana tepatnya perangkat jahat itu berasal tak mungkin diketahui dari kodenya. "Itu tak memperlihatkan satu pihak saja," katanya. "Apakah itu satu pemerintah atau satu kelompok penjahat, sulit dijelaskan," katanya.
Marcus Sachs, mantan direktur Pusat Badai Internet di SAN Institute, mengatakan "Flame dapat ditulis oleh siapa pun secara maya, tapi itu kelihatan serupa bagi lembaga mata-mata yang diincar dari satu negara".
Tapi, menurutnya, "Flame" bukan alat sabotase seperti virus "Stuxnet", yang mengincar sistem kendali di Iran. Namun, Flame menyerupai perangkat mata-mata yang berusaha mengumpulkan properti intelektual, tapi itu dapat menjadi alat pengawasan oleh satu pemerintah asing.
Baik AS maupun Israel belum secara terbuka mengakui mereka mensahkan "Flame", kendati seorang menteri senior Israel mengatakan penggunaan perangkat lunak guna menghadapi rencana nuklir Iran beralasan.
Militer AS telah mengakui sedang mengerjakan sistem perang maya baik yang bersifat bertahan maupun menyerang. Lembaga Proyek Penelitian Maju Pertahanan di Pentagon telah mengungkapkan beberapa perincian mengenai rencana X-nya, yang disebut program perang maya mendasar yang dirancang dari keahlian akademis, industri dan masyarakat permainan.
No comments:
Post a Comment