Terdakwa kasus suap dan dugaan menghalangi penyidikan KPK, Anggodo Widjojo akhirnya menghadapi vonis. Majelis hakim yang diketuai Tjokorda Rai Suamba menjatuhkan hukuman empat tahun penjara pada Anggodo Widjojo, di pengadilan Tipikor, Selasa 31 Agustus. Anggodo dinilai terbukti bersalah melakukan upaya penyuapan terhadap pimpinan KPK melalui Ari Muladi.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," ujar Hakim Ketua Tjokorda Rai Suamba.
Selain dikenakan hukuman badan, Anggodo juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 150 juta, subsider tiga bulan penjara. "Terdakwa juga dikenakan denda Rp 150 juta, subsider tiga bulan," imbuh Tjokorda.
Majelis hakim menguraikan, berdasarkan fakta hukum yang ada, Anggodo terbukti melakukan pemufakatan jahat dalam upaya menyuap pimpinan KPK, dengan tujuan kasus suap yang menjerat kakaknya, Anggoro Widjojo tidak diproses.
Anggodo juga telah menemui dan berhubungan dengan Ari Muladi dan Eddy Sumarsono, untuk mengurus perkara Anggoro serta memberikan uang senilai Rp 5,150 miliar yang merupakan atensi bagi pimpinan KPK, kepada Ari Muladi. Untuk itu, unsur pemufakatan jahat menjanjikan atau memberikan sesuatu telah terpenuhi.
Di samping itu, majelis hakim juga menilai Anggodo terbukti melakukan tindak pidana suap bersama-sama dengan Ari Muladi dan Eddy Sumarsono. Berdasarkan uraian dakwaan pertama, Anggodo pun terbukti melanggar pasal 15 juncto pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Meski begitu, Direktur PT Saptawahana Mulia itu tidak terbukti melanggar pasal 21, UU No 31 Tahun 1999 tentang upaya merintangi dan menghalangi penyidikan KPK, yang tercantum dalam dakwaan kedua.
Majelis hakim memutuskan, Anggodo tidak terbukti melanggar pasal tersebut. Hakim anggota Anwar menguraikan, tindakan pengacara Anggodo, Bonaran Situmeang dan kliennya melaporkan pimpinan KPK ke Mabes Polri dengan tudingan pemerasan atau penyalahgunaan wewenang, tidak dianggap sebagai upaya merintangi penyidikan.
"Tindakan tersebut tidak bisa dikualifisir sebagai tindak pencegahan atau perbuatan merintangi, mencegah atau menggagalkan yang mengakibatkan tercegahnya suatu penyidikan, penuntutan," ujar Anwar.
Hakim Anwar melanjutkan, perbuatan terdakwa yang melapor ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) atas nama Anggoro Widjojo, tidak bertentangan dengan hukum. "Itu merupakan hak seseorang untuk melapor di LPSK. Untuk itu, tadi harus dibebaskan dari dakwaan kedua,"imbuhnya.
Sementara itu, hal-hal yang memberatkan hukuman Anggodo adalah terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang menghambat upaya pemberantasan korupsi dengan memberikan sejumlah uang kepada Ari Muladi dan Eddy Sumarsono, untuk menggagalkan proses hukum atas Anggoro. Sedangkan hal yang meringankan, majelis hakim menilai Anggodo telah berlaku sopan selama persidangan.
Padahal, Anggodo beberapa kali membuat ulah. Mulai dari tertidur di persidangan hingga berpura-pura sakit ketika dakwaan akan dibacakan.
Menanggapi putusan majelis hakim tersebut, kubu Anggodo langsung menyatakan banding. Salah satu kuasa hukum Anggodo, OC Kaligis mengaku kecewa dengan vonis tersebut. "Karena tidak terjadi mukjizat (anggodo bebas), maka kami menyatakan banding. Peranan Eddy dan Ari juga cukup jelas, tapi belum ditahan, makanya kami banding," kata OC Kaligis.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," ujar Hakim Ketua Tjokorda Rai Suamba.
Selain dikenakan hukuman badan, Anggodo juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 150 juta, subsider tiga bulan penjara. "Terdakwa juga dikenakan denda Rp 150 juta, subsider tiga bulan," imbuh Tjokorda.
Majelis hakim menguraikan, berdasarkan fakta hukum yang ada, Anggodo terbukti melakukan pemufakatan jahat dalam upaya menyuap pimpinan KPK, dengan tujuan kasus suap yang menjerat kakaknya, Anggoro Widjojo tidak diproses.
Anggodo juga telah menemui dan berhubungan dengan Ari Muladi dan Eddy Sumarsono, untuk mengurus perkara Anggoro serta memberikan uang senilai Rp 5,150 miliar yang merupakan atensi bagi pimpinan KPK, kepada Ari Muladi. Untuk itu, unsur pemufakatan jahat menjanjikan atau memberikan sesuatu telah terpenuhi.
Di samping itu, majelis hakim juga menilai Anggodo terbukti melakukan tindak pidana suap bersama-sama dengan Ari Muladi dan Eddy Sumarsono. Berdasarkan uraian dakwaan pertama, Anggodo pun terbukti melanggar pasal 15 juncto pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Meski begitu, Direktur PT Saptawahana Mulia itu tidak terbukti melanggar pasal 21, UU No 31 Tahun 1999 tentang upaya merintangi dan menghalangi penyidikan KPK, yang tercantum dalam dakwaan kedua.
Majelis hakim memutuskan, Anggodo tidak terbukti melanggar pasal tersebut. Hakim anggota Anwar menguraikan, tindakan pengacara Anggodo, Bonaran Situmeang dan kliennya melaporkan pimpinan KPK ke Mabes Polri dengan tudingan pemerasan atau penyalahgunaan wewenang, tidak dianggap sebagai upaya merintangi penyidikan.
"Tindakan tersebut tidak bisa dikualifisir sebagai tindak pencegahan atau perbuatan merintangi, mencegah atau menggagalkan yang mengakibatkan tercegahnya suatu penyidikan, penuntutan," ujar Anwar.
Hakim Anwar melanjutkan, perbuatan terdakwa yang melapor ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) atas nama Anggoro Widjojo, tidak bertentangan dengan hukum. "Itu merupakan hak seseorang untuk melapor di LPSK. Untuk itu, tadi harus dibebaskan dari dakwaan kedua,"imbuhnya.
Sementara itu, hal-hal yang memberatkan hukuman Anggodo adalah terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang menghambat upaya pemberantasan korupsi dengan memberikan sejumlah uang kepada Ari Muladi dan Eddy Sumarsono, untuk menggagalkan proses hukum atas Anggoro. Sedangkan hal yang meringankan, majelis hakim menilai Anggodo telah berlaku sopan selama persidangan.
Padahal, Anggodo beberapa kali membuat ulah. Mulai dari tertidur di persidangan hingga berpura-pura sakit ketika dakwaan akan dibacakan.
Menanggapi putusan majelis hakim tersebut, kubu Anggodo langsung menyatakan banding. Salah satu kuasa hukum Anggodo, OC Kaligis mengaku kecewa dengan vonis tersebut. "Karena tidak terjadi mukjizat (anggodo bebas), maka kami menyatakan banding. Peranan Eddy dan Ari juga cukup jelas, tapi belum ditahan, makanya kami banding," kata OC Kaligis.
No comments:
Post a Comment